Amsal 9 : 1 – 18
Sobat Pria Kaum Bapa yang kekasih di dalam Tuhan.
Sejak zaman Israel Kuno, orang-orang begitu mengagungkan hikmat, pengetahuan, pengertian untuk menemukan dan mengartikan berbagai hal, bahkan hal-hal yang sifatnya misteri atau yang tak dapat dijawab oleh manusia biasa. Namun umat Allah sungguh percaya bahwa hikmat yang sejati itu berasal atau bersumber dari Tuhan Allah. Dalam sejarahnya, umat Israel mengenal hikmat itu, sama seperti hikmat yang diberikan Tuhan kepada raja Salomo.
Khususnya dalam bagian Alkitab ini, pengamsal menggambarkan hikmat seperti seorang yang mendirikan rumah yang kokoh dan dapat disaksikan orang yang lewat. Sang “tuan rumah” kemudian menyediakan pesta dan membuka pintunya bagi siapapun yang mau datang. Para pelayannya diminta mengundang orang-orang yang “tak berpengalaman” dan bodoh, artinya orang-orang yang mau belajar untuk memperoleh hikmat. Ia juga memberi nasihat praktis tentang kepada siapa dan bagaimana memberi nasihat. Janganlah memberi nasihat kepada pencemooh dan orang fasik, sebab yang akan diterima hanyalah penolakan dan cemoohan. Sebaliknya, hanya orang bijak dan orang benar yang dapat menerima nasihat dan didikan. Mereka menghargai apa yang dinasihatkan. Jadinya, mereka makin bijak dan pengetahuannya makin bertambah.
Pengamsal juga mengungkap pentingnya mengetahui sumber hikmat yaitu “takut akan Tuhan” dan “mengenal yang Mahakudus adalah pengertian” (Amsal 9:10). Takut akan Tuhan adalah ketakjuban pada kuat kuasa Tuhan yang melahirkan rasa hormat yang mendalam kepada-Nya. Selain penuh kuasa, Tuhan Mahakudus sehingga sudah seharusnya manusia selalu berusaha hidup kudus. Selanjutnya dikatakan bahwa dengan hikmat, umur diperpanjang karena seorang berhikmat akan tahu cara memelihara dan menghargai kehidupan anugerah Tuhan. Pengamsal memastikan ada manfaat langsung maupun tidak langsung yang akan dirasakan seorang yang memiliki hikmat Tuhan. Sebaliknya si pencemooh menanggung akibatnya sendiri. Apa yang ditabur, itulah juga yang akan dituainya.
Sementara hikmat mengundang orang untuk datang padanya, ada ajakan berlawanan yang muncul dari seorang yang digambarkan “Perempuan bebal cerewet, sangat tidak berpengalaman, dan tidak tahu malu”. Ia berada di tempat yang dapat disaksikan banyak orang, artinya ia berada di mana-mana, untuk menggoda orang yang “lurus jalannya” tapi juga orang yang “tidak berakal budi”. Ia pun menggoda: “Air curian manis, dan roti yang dimakan dengan sembunyi-sembunyi lezat rasanya”(Amsal 9:17). Kenyataan ini sering terjadi ketika aksi kejahatan berupa pencurian ataupun pengkhianatan sedang dilakukan, yang dirasakan justru “kenikmatan sesaat”, sebab pada akhirnya semua akan bermuara pada kebinasaan. Apa yang dikira sebagai jalan kebahagiaan ternyata berujung pada kehancuran.
Sobat Pria Kaum Bapa yang kekasih.
Kita sedang berada di bulan Pekabaran Injil dan Pendidikan Kristen dan secara khusus pada minggu ini dituntun oleh tema: Hikmat Yang Membangun. Bacaan Amsal 9:1-18 menjadi dasar alkitabiah bagi kita untuk selalu menyadari dan memaknai bahwa betapa pentingnya hikmat dalam semangat mengembangkan pendidikan dan penginjilan serta ber-pengucapan syukur yang sesuai kehendak firman supaya dapat menjadi sarana kesaksian Gereja. Kita akui bersama aspek Bersaksi atau “Marturia” yang di dalamnya ada penginjilan dan pendidikan menjadi tugas yang tidak bisa disepelekan. Gereja, di dalamnya GMIM, khususnya warga Pria/Kaum Bapa, dipanggil untuk menyatakan secara konkrit penguatan pendidikan di tengah keluarga, masyarakat dan bangsa. Di sini kita diajak mempersiapkan anak-anak kita, generasi muda, supaya makin siap berhadapan dengan tantangan zaman yang sangat mungkin menyeret kehidupan mereka pada hal-hal negatif dan tidak produktif.
Jadikanlah keluarga kita basis menumbuhkan hikmat dan pendidikan. Berilah mereka nasihat-nasihat praktis yang berguna dalam hidup sehari-hari. Kita menggali nilai-nilai kejujuran, keadilan, kebenaran sertai nilai-nilai kerja keras, kesederhanaan, ketabahan, kesabaran, pantang menyerah, untuk dimiliki anak-anak kita. Di atas semuanya itu, kita terus menuntun mereka supaya selalu “takut akan Tuhan”, selalu belajar dan mau mengenal Dia, antara lain melalui keaktivan dalam kegiatan ibadah-ibadah di jemaat. Dan tak ada jalan lain, selaku orang tua, jadilah teladan nyata bagi mereka. Inilah bentuk dari penginjilan keluarga yang efektif.
Marilah kita warga Pria/Kaum Bapa menjadi cermin atau contoh dalam menumbuhkan hikmat untuk membangun kehidupan manusia ke arah yang benar di hadapan Tuhan. Hikmat ini berguna untuk membawa seseorang pada kekayaan pengertian dan semakin bijaksana, hikmat untuk membangun dan memelihara panggilan gereja lewat persekutuan, kesaksian dan pelayanan. Hikmat mengarahkan cara berpikir dan bertindak untuk kebaikan hidup, seperti keamanan, ketentraman, kedamaian, kesuksesan, kesehatan dan umur panjang. Hikmat dapat berfaedah untuk membangun karir, pekerjaan, usaha atau bisnis, dan sebagainya. Hikmat yang membangun tekad untuk bangkit dan makin kuat menghadapi rupa-rupa persoalan dan pergumulan.
Semuanya itu dapat terwujud dalam kehidupan kita, jika kita mempunyai hikmat yang benar. Sebab itu, hikmat selalu kita perlukan selama kita hidup, dan sumber hikmat ini sudah jelas dan tegas adalah takut akan Tuhan, mengenal nama-Nya, mendengar, mengerti dan melakukan firman-Nya, sebagaimana teladan hidup dan semua yang telah diajarkan Tuhan kita, Yesus Kristus. Amin
Pertanyaan Untuk Diskusi:
Apakah pokok-pokok nasihat hikmat dalam Amsal 9:1-18 yang tetap relevan sampai masa kini? Jelaskanlah!
Berikan contoh tentang buah-buah hikmat dalam kehidupan praktis, yaitu hikmat yang membangun!
Apa akibatnya orang hidup tanpa hikmat dan ajaran/pendidikan yang benar. Bagaimana bentuk peran Pria Kaum Bapa dalam hal ini?
0 Comment to "Renungan Pelita P/KB GMIM, 19 – 25 Juni 2016"
Posting Komentar